Kamis, 05 September 2013

Gerakan pramuka menemukan Karakter bangsa yang hilang




ImagePengantar
Dalam facebook saya membaca sebuah tulisan yang berjudul “Karakter Bangsa Yang Hilang” ditulis oleh Joko Mursitho Kepala Pusdiklatnas Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Siapapun yang membca tulisan itu pasti cemas, betapa parahnya kondisi karakter bangsa kita sekarang ini, sungguh ironis dan tragis. Bangsaku kusayang, bangsaku malang, demikian sebuah ungkapan. Sesungguhnya bangsa kita sudah terkenal sejak zaman dahulu kala yaitu bangsa yang besar, bangsa yang berbudaya, bangsa yang lemah lembut, sopan santun, agamis, toleransi, pemaaf, cinta damai, dan perilaku lainnya yang terpuji. Tetapi apa yang terjadi saat ini, karakter bangsa telah hilang, bangsa kita sedang sakit.
Dalam tulisan itu, Kak Joko Mursitho menggambarkan bahwa bangsa Indonesia saat ini telah menyimpang dari karakter asli bangsa Indonesia. Hampir setiap hari kita disuguhkan pemandangan peristiwa yang mengerikan, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, konflik antar kelompok, perkelahian antar suku, tawuran pelajar/mahasiswa, penyalahgunaan obat terlarang “narkotika”, dan lain-lain. Dahulu bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang ramah tamah, sopan santun, tapi sekarang berubah menjadi bangsa yang kasar, beringas, pemarah, anarkhi. Semangat musyawarah, kekeluargaan, gotongroyong, kesetiakawanan, kebersamaan sudah menipis. Budaya tertib, patuh, disiplin, rasa malu juga sudah luntur.
Permasalahan Bangsa
Sesungguhnya ada apa dengan bangsa kita, dan mengapa terjadi seperti itu? Untuk menjawab pertanyaan itu maka saya akan mengutip (inti sarinya saja) perkembangan Lingkungan Strategik yang dimuat dalam Rencana Strategik Gerakan Pramuka Tahun 1999-2004. Perkembangan Lingkungan Strategik pada tingkat global dan tingkat nasional dapat mempengaruhi kondisi bangsa Indonesia (karakter bangsa) ada 5 (lima) faktor, yaitu:
1.    Revolusi Komunikasi dan Teknologi
       Telah terjadi percepatan perkembangan teknologi yang sangat tinggi dan sangat mempengaruhi kehidupan dunia. Era komputer dan komunikasi yang didominasi oleh “budaya interaktif” dengan adanya internet, komputer jinjing, dan telepon genggam menciptakan kehidupan “lingkungan hidup yang baru”. Kemudahan akses informasi membawa terjadinya penetrasi global dari model-model gaya hidup yang sering tidak cocok dengan realita lokal. Seperti misalnya, masuknya konsumsirisme yang tidak sesuai dengan kebutuhan pembangunan sehingga menimbulkan aspirasi-aspirasi yang tidak terpenuhi, yang berlanjut dengan frustasi yang makin meningkat, terutama pada generasi muda. Akibatnya adalah akses-akses seperti perkelahian masal, kenaikan kriminalitas dan penyalahgunaan narkoba.

2.    Globalisasi
       Proses globalisasi dalam teknologi, pasar, perdagangan, perjalanan dan imigrasi telah berkembang dengan sangat cepat. Dampak yang diakibatkan oleh kekuatan dan kebijakan global sangat mempengaruhi keadaan dan pengambilan keputusan pada tingkat nasional dan lokal.Aspek yang menonjol disini adalah kesiapan kita untuk menghadapi keterbukaan dan kemampuan bersaing. Pers, radio, dan televisis hampir setiap hari menyiarkan gambar-gambar tentang kekerasan yang melanda masyarakat diberbagai tempat di dunia,yang terpecah belah dalam pertikaian etnik, masyarakat yang terjerumus kedalam konflik sipil dan sebagainya.

3.    Krisis Ekonomi
       Krisis ekonomi yang berkepanjangan dan gelombang “reformasi total”, pergantian kepemimpinan negara, disusul dengan pergolakan politik yang diwarnai oleh unjuk rasa dengan berbagai tuntutan, menciptakan kondisi yang sangat rawan. Keadaan seperti ini memberi peluang kepada pihak-pihak tertentu untuk mengumbar dan melampiaskan segala kegiatan tercela seperti provokasi-provokasi, tuntutan-tuntutan, hujatan-hujatan, isu-isu SARA dan upaya-upaya yang melecehkan hukum dan wibawa pemerintah yang menjurus ke anarkhi dan mengamcam keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Tindakan kekerasan dan kriminalitas seolah-olah mendapat keleluasaan sehingga waktu merajalela dan seiring dengan itu tindakan-tindakan main hakim sendiri sering terjadi. Nilai-nilai budaya seperti tersingkirkan dan tidak mampu untuk menjadi kendala terhadap akses-akses dalam masyarakat itu.

4.    Ancaman Narkoba dan HIV/AIDS
       Pada saat ini sudah sekitar 1,3 juta orang di Indonesia diperkirakan mengkonsumsi narkotika dan obat terlarang. Karena omset perdagangannya secara nasional mencapai ratusan miliyar rupiah perhari. Sebagai bursa transaksi, orang tidak hanya merujuk ketempat hiburan seperti diskotik, karaoke dan bandara tetapi kampus dan sekolah juga disebut-sebut sebagai pintu masuknya budaya narkotika dan obat terlarang. Demikian juga dengan penyebaran HIV/AIDS merupakan ancaman yang harus diwaspadai. Terlebih-lebih dengan meningkatnya pergaulan bebas dan perubahan gaya hidup.

5.    Defisit Pendidikan
       Pendidikan formal (sekolah) mengalami defisit, demikian juga pendidikan informal (keluarga).Orang berkata bahwa sekarang “sekolah-sekolah makin banyak mengajar, tapi kurang mendidik”.Yang dimaksud dengan “mengajar” disini adalah pengalihan pengetahuan, sedangkan “mendidik” dimaksudkan membangun kepribadian. Gejala inilah yang dimaksud dengan “defisit pendidikan” yang terdapat dalam pendidkan formal di sekolah. Karena berbagai sebab, sekarang ibu-ibu ikut bekerja di luar rumah, sehingga anak mendapat kebebasan pada usia yang makin muda. Tetapi kebebasan ini tidak dibarengi pembekalan bagaimana mereka harus membawa diri dalam kebebasan itu, sehingga anak tersebut dapat terjerumus dalam penggunaan obat terlarang atau pergaulan yang kurang baik. Terjadilah “defisit pendidikan informal” (pendidikan di lingkungan keluarga). Jadi, pendidikan formal (sekolah) dan pendidikan informal (keluarga) ternyata kurang dapat memberikan sahamnya baik dalam hal “pembangunan watak, kepribadian, dan karakter” dalam hal membekali kemampuan otonomi untuk mandiri dalam membekali nilai-nilai hidup. Oleh sebab itu Gerakan Pramuka sebagai gerakan pendidikan non formal tampil untuk membantu dan melengkapi kekurangan pendidiakan formal dan informal. Sehingga kesenjangan pendidikan karakter bangsa dapat diatasi melalui pendidikan formal dan pendidikan informal serta dimantabkan melalui pendidikan non formal (pendidikan kepramukaan).

Peran Gerakan Pramuka
Berdasarkan Undang-undang nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, maka peranan Gerakan Pramuka dalam pendidikan karakter bangsa menjadi besar. Disebutkan di dalam konsideran, “…bahwa Gerakan Pramuka selaku penyelenggara pendidikan kepramukaan mempunyai peran besar dalam pembentukan kepribadian generasi muda sehingga memiliki pengendalian diri dan kecakapan hidup untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global”. Untuk melaksanakan peran besar itu, maka Gerakan Pramuka memiliki mesin penggerak dan bagi anggotanya memegang teguh kode kehormatan Pramuka berupa janji dan komitmen serta ketentuan moral Pramuka.
Janji itu dirumuskan dalam “satya” dan ketentuan moral itu dirumuskan dalam “darma” yang dapat diambil intinya antara lain  memuat butir-butir kegiatan pendidikan kepramukaan, yaitu:
1.    Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.    Berakhlak mulia.
3.    Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa dan mengamalkan Pancasila.
4.    Berjiwa patriotik.
5.    Taat hukum.
6.    Menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7.    Kecintaan kepada alam dan sesama manusia.
8.    Melestarikan lingkungan hidup.
9.    Kedisiplinan, keberanian dan kesetiaan.
10.  Tolong menolong.
11.  Bertanggung jawab dan dapat dipercaya.
12.  Jernih dalam berfikir, berkata dan berbuat.
13.  Hemat, cermat dan bersahaja.
14.  Rajin dan terampil.
15.  Sopan dan kesatria.
16.  Memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa.
17.  Tabah dalam menghadapi kesulitan/musibah.

Butir-butir kegiatan pendidikan kepramukaan itu dimaksudkan untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual, keterampilan dan ketahanan diri yang dilaksanakan melalui metode belajar interaktif dan progresif. Penggunaan metode belajar interaktif dan progresif itu dapat diterapkan sesuai dengan golongan anggota Pramuka yaitu Pramuka Siaga (umur 7-10 tahun), Pramuka Penggalang (umur 11-15 tahun), Pramuka Penegak (umur 16-20 tahun) dan Pramuka Pandega (21-25 tahun). Bagi Pramuka Siaga melalui proses mengerti dan memahami, sedangkan untuk Pramuka Penggalang menggunakan proses mengamati dan menghayati. Nah, untuk Pramuka Penegak dan Pandega menggunakan proses melakukan, mengamalkan, mempertahankan dan melestarikan serta membudayakan. Kehadiran anggota dewasa (pembina, pelatih) memberikan dorongan dan dukungan kepada anggota muda tersebut di atas dengan prinsip sistem among, yaitu ing ngarso sung tulodo untuk Pramuka Siaga, ing mudyo mangun karso untuk Pramuka Penggalang  dan tut wuri handayani untuk Pramuka Penegak dan Pandega.
Pendapat Tentang Karakter Bangsa
Ada beberapa pendapat untuk mencari karakter bangsa yang hilang dan menemukannya kembali. Pendapat pertama menyatakan bahwa pendidikan karakter bangsa diberikan secara khusus dalam kurikulum pendidikan formal yaitu “pelajaran budi pekerti”. Pendapat yang kedua, pendidikan karakter bangsa di masukkan dalam mata pelajaran PPKn sedangkan pendapat ketiga menyatakan bahwa pendidikan karakter bangasa dimuat/disisipkan ke dalam semua mata pelajaran dalam pendidikan formal. Baik pendapat pertama, kedua dan ketiga, kesemuanya belum menyentuh secara komprehensif, karena mereka masih berkutat pada pendidikan formal. Bagaimana pendidikan informal dan non formal?
Gerakan Pramuka sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan non formal diharapkan mampu menjadi suatu kekuatan perubahan sosial nasional dan peranan Garakan Pramuka ini semakin nyata dengan diakuinya Gerakan Pramuka dalam undang-undang tentang Gerakan Pramuka. Peran besar Gerakan Pramuka dalam pembentukan kepribadian generasi muda dalam bidang karakter bangsa hendaknya dapat diwujudkan dalam praktek kehidupan sehari-hari. Ditinjau dari segi sosial budaya dari pembangunan bangsa maka pendidikan kepramukaan yang sebenarnya paling cocok untuk mempersiapkan anak muda/kaum muda untuk menanggulangi merosotnya karakter bangsa. Atau istilah kak Joko Mursitho “Karakter Bangsa yang Hilang” untuk dicari dan ditemukan oleh Gerakan Pramuka.
Bagaimana caranya Gerakan Pramuka untuk menemukan karakter bangsa yang hilang? Caranya, Gerakan Pramuka melakukan kegiatan yang menarik dan menyenangkan, dilaksanakan secara praktik yang praktis, kegiatan belajar sambil melakukan. Kegiatan itu bersumber dari satya dan darma Pramuka. Satya sebagai janji, darma sebagai ketentuan moral. Untuk Pramuka Siaga dirumuskan dalam “dwi satya dan dwi darma”, sedangkan untuk Pramuka Penggalang/Penegak/Pandega dirumuskan dalam “tri satya dan dasa darma
Segala upaya dan usaha Gerakan Pramuka diarahkan untuk mencapai tujuan Gerakan Pramuka. Tujuan itu diarahkan pembinaan watak, mental, emosional, jasmani, dan bakat, serta meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan dan kecakapan melalui berbagai kegiatan kepramukaan yaitu: kegiatan pertemuan, kegiatan perkemahan, kegiatan bakti masyarakat, kegiatan peduli masyarakat, kegiatan kemitraan dan masih banyak lagi kegiatan berskala lokal, nasional maupun internasional.
Harapan
Marilah kita satukan tekad dan semangat untuk bersama-sama menggempur musuh-musuh yang akan menghancurkan karakter bangsa Indonesia. Kita cari karakter bangsa yang hilang, dengan sistem “gropyokan” melalui jalur pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal (pendidikan kepramukaan). Insya Allah, karakter bangsa yang hilang bakal ketemu lagi dan pulih kembali sebagaimana nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Selamat buat Gerakan Pramuka yang telah berusia 50 tahun merupakan tahun emas (1961—2011). Semoga bermanfaat.
Oleh: Munatsir Amin *)
Wakil Ketua Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Lampung masa bakti 2011—2016.

Referensi:
1.    Undang-undang No. 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka
2.    Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka.
3.    Rencana Strategis Gerakan Pramuka tahun 1999—2004 oleh Kwartir Nasional.
4.    Karakter Bangsa Yang Hilang oleh Joko Mursitho Ka. Pusdiklatnas Kwartir Nasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar